Rabu, 26 Mei 2010

Ketahanan Sosial Masyarakat, Kewaspadaan Nasional Dan Ketahanan Nasional

Ketahanan Sosial Masyarakat, Kewaspadaan Nasional

Dan Ketahanan Nasional

 

Ada dua pandangan tentang ketahanan sosial. Pandangan pertama menyatakan bahwa ketahanan sosial merupakan bagian integral dari ketahanan nasional, selain ketahanan ekonomi, politik, budaya, dan pertahanan-keamanan. Jadi, ketahanan sosial seperti halnya ketahanan ekonomi, politik, budaya, dan militer merupakan unsur pembentuk ketahanan nasional. Pandangan lain menyebutkan bahwa ketahanan sosial merupakan kemampuan komunitas (local/ grassroot community) dalam memprediksi, mengantisipasi, dan mengatasi perubahan sosial yang terjadi, sehingga masyarakat tetap dapat koeksistensi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kedua pandangan tersebut bukanlah pandangan dikotomis, namun dapat dipadukan menjadi pemahaman yang lebih komprehensif. Ketahanan sosial suatu komuniti sering dikaitkan dengan kemampuannya mengatasi resiko akibat perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang mengelilinginya. Ketahanan sosial juga menggambarkan kemampuan bertahan di tingkat sistim lokal dari arus globalisasi dan desentralisasi. Ketahanan sosial menunjukkan adanya kemampuan komunitas untuk menghindari dan atau mengelola konflik, mencari berbagai solusi, seiring dengan perkembangan komunitas itu sendiri. Ketahanan sosial mencakup kemampuan internal untuk menggalang konsensus dan mengatur sumber daya dan faktor eksternal yang dapat menjadi sumber ancaman, namun dapat diubah menjadi peluang. Jadi, ketahanan sosial merupakan produk interaksi dinamis antara faktor eksogen dengan endogen, sehingga kemampuan tersebut menunjukkan adanya aspek dinamika dan keseimbangan (community homoestatic and dynamic). Kemampuan di sini bukan hanya sekedar kemampuan bertahan, tetapi di dalamnya ada unsur dinamik yaitu kemampuan untuk segera kembali kepada kondisi semua atau justru lebih baik lagi. Ketahanan sosial juga mengandung kemampuan untuk mengelola pengelolaan sumber daya, perbedaan, kepentingan, dan konflik Jadi, ketahanan sosial mengandung arti kemampuan untuk mengubah ancaman dan tantangan menjadi peluang dan kesempatan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka ketahanan sosial bukanlah suatu finish product, tetapi sebagai proses dan dinamika masyarakat. Kemampuan ini yang sejalan dan merupakan bagian dari ketahanan nasional. Kemampuan-kemampuan dalam ketahanan sosial masyarakat akan meningkatkan kewaspadaan nasional, karena pada dasarnya kewaspadaan nasional merupakan rasa peduli dan rasa tanggung jawab serta perhatian seorang warga negara terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegaranya dari suatu potensi ancaman yang unsur kewaspadaan nasional ini juga terdapat dalam ketahanan sosial. Ketahanan sosial dalam suatu masyarakat meliputi empat dimensi yang berhubungan erat dengan kewaspadaan nasional dan ketahanan nasional sebagai berikut : Mampu melindungi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dari perubahan sosial yang mempengaruhi. Dalam arus globalisasi yang berkembang cepat, dimana tak ada lagi batas-batas negara, maka ditengah arus informasi dan komunikasi yang mendunia diperlukan kemampuan untuk memfilter pengaruh-pengaruh yang belum sesuai dengan norma-norma dan nilai kehidupan bangsa dan negara, seperti nilai-nilai kebebasan, kesetaraan dan faham liberal, pluralisme yang diterapkan tanpa dilandasi oleh adat budaya bangsa Dalam era globalisasi terjadi pula suatu keadaan dalam masyarakat suatu sikap individualistik, materialistik, hedonistik, berakibat merosotnya perhatian dan kepedulian terhadap eksistensi negara bangsa, sehingga warganegara tidak lagi peduli terhadap bangsanya. Bila tak mampu melindungi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dari perubahan sosial tersebut, maka akan terjadi degradasi moral, wawasan kebangsaan rapuh, hilangnya kesetiakawanan sosial, yang kuat menindas yang lemah, merebaknya korupsi, hilangnya keadilan, terganggunya pembangunan nasional. Akibat merosotnya perhatian dan kepedulian terhadap eksistensi bangsa tersebut, maka akan berakibat melemahnya kewaspadaan nasional. Seperti kita ketahui bahwa kewaspadaan nasional adalah suatu sikap dalam hubungannya dengan nasionalisme yang dibangun dari rasa peduli dan rasa tanggung jawab serta perhatian seorang warga negara terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegaranya dari suatu potensi ancaman. Tentu saja sebagai akibat lebih besar lagi adalah lemahnya ketahanan nasional. Bila ketahanan nasional lemah, maka akan menyebabkan dis integrasi bangsa, sehingga kerangka NKRI terganggu. Mampu Mampu membangun partisipasi masyarakat dan kelembagaan masyarakat. Investasi sosial dalam hal ini adalah partisipasi masyarakat dan kelembagaan masyarakat.

Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan mental/ pikiran dan emosi seseorang di dalam situasi kelompok, yang mendorongnya untuk memberi sumbangan kepada kelompok dalam upaya mencapai tujuan serta turut bertanggungjawab terhadap upaya yang bersangkutan, sehingga membantu berhasilnya setiap program (Davis, dalam Mubyarto, 1984). Sumbangan dapat berupa pemberian informasi, pikiran dan berupa pemberian tenaga, atau aktivitas untuk mencapai tujuan. Partisipasi masyarakat dalam bentuk keterlibatan masyarakat mempunyai arti penting dalam proses menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai cara menyelesaikan masalah mereka. Dengan demikian masyarakat mampu melihat masalah mereka sendiri sebagai orang yang terlibat dari perencanaan, pelaksanaan dan hasil. Menumbuhkan kesadaran diri dan aksi akan menjadikan masyarakat tidak hanya sebagai objek tetapi berperan sebagai subjek. Dengan demikian maka dengan adanya keterlibatan masyarakat maka akan tercapai suatu pemecahan masalah sesuai dengan keinginan bersama, adanya mufakat bersama merupakan bentuk kerjasama antar hubungan individu yang saling mempercayai, saling terbuka, adanya tujuan bersama, sehingga akan terbentuk sistem sosial yang kokoh, yang akan meningkatkan kewaspadaan nasional, sehingga terbentuklah ketahanan nasional.

Kelembagaan masyarakat menurut Hayami dan Kikuchi (1987) adalah

  1. Aturan main dalam interaksi interpersonal, yaitu sekumpulan aturan mengenai tata hubungan manusia dengan lingkungannya yang menyangkut hak-hak, perlindungan hak-hak dan tanggungjawabnya;
  2. Suatu organisasi yang memiliki hirarki yaitu adanya mekanisme administrasi dan kewenangan. Dalam prakteknya, institusi dapat merupakan gabungan dari kebijakan dan tujuan, hukum dan regulasi, rencana dan prosedur organisasi, mekanisme insentif, mekanisme akuntabilitas, norma, tradisi, dan adat istiadat.

Manfaat kelembagaan, adalah:

a)      Pedoman masyarakat untuk berperilaku dalam memenuhi kebutuhan hidupnya

b)      Menjaga keutuhan masyarakat atau kelompok sosial tertentu.Jika masyarakat mempunyai pedoman hidup untuk berperilaku, maka masyarakat mempunyai arah didalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, tahu apa yang salah, tahu apa yang benar, mana yang boleh dilaksanakan mana yang tidak, dengan demikian keutuhan masyarakat atau komunitas sosial dapat terjaga. Bila keutuhan terjaga maka tingkat kewaspadaan nasional menjadi tinggi, dengan demikian terbentuklah ketahanan nasional.

c)      Mampu dalam mengelola konflik dan kekerasan. Pada era reformasi yaitu setelah runtuhnya Orde Baru, masalah konflik sosial muncul begitu spontan dan meluas, sehingga menimbulkan dampak yang sangat besar, baik secara ekonomis, fisik, mental-psikologis, dan sosial. Hasil dan manfaat pembangunan yang telah dibangun secara susah payah terasa tidak ada artinya. Konflik seringkali dipahami sebagai pertentangan yang terjadi antara seseorang dengan orang lain, antara kelompok dengan kelompok atau seseorang dengan kelompok dan biasanya terjadi antara pihak yang mempunyai tujuan sama. Dimana salah satu pihak merasa dirugikan dengan keputusan atau tindakan yang diambil. Konflik sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan organisasi yang menyebabkan hasil yang kurang produktif dan berakibat fatal bagi organisasi yang bersangkutan. Adanya ketahanan sosial masyarakat seperti kemampuan mengendalikan konflik merupakan modal dalam membina persatuan. Bila konflik sosial dapat dikendalikan, maka keamanan akan meningkat. Keamanan meningkat akan memberikan kewaspadaan nasional yang tinggi pula, yang otomatis akan membentuk ketahanan nasional.

d)     Mampu dengan kearifan lokal mengelola sumber daya alam dan sosial Usaha untuk melestarikan nilai-nilai lokal dengan menjaga sumber daya alam dan sosial seperti lembaga atau pranata sosial, nilai kebersamaan dan gotong royong serta kepedulian. Kearfian lokal adalah kematangan masyarakat ditingkat komunitas lokal yang tercermin dalam sikap, perilaku dan cara pandang masyarakat yang kondusif didalam mengembangkan potensi dan sumber lokal (material maupun non material) yang dapat dijadikan sebagai kekuatan di dalam mewujudkan perubahan kearah yang lebih baik atau positif. (Pusbangtansosmas, Balatbangsos, Departemen Sosial RI). Lingkup kearifan lokal meliputi dimensi-dimensi pengetahuan lokal, budaya lokal, keterampilan lokal, sumber daya lokal, mekanisme pengambilan keputusan lokal, solideritas kelompok (Ife: 2002). Kearifan terhadap lingkungan dapat dilihat dari bagaimana perlakuan kita terhadap benda-benda, tumbuhan, hewan, dan apapun yang ada di sekitar kita. Perlakuan ini melibatkan penggunaan akal budi kita, sehingga dari perlakuan-perlakuan tersebut dapat tergambar hasil dari aktivitas budi kita. Akumulasi dari hasil aktivitas budi dalam menyikapi dan memperlakukan lingkungan disebut pengetahuan lokal atau biasa disebut kearifan lokal. Kearifan lokal ini menggambarkan cara bersikap dan bertindak kita untuk merespon perubahan-perubahan yang khas dalam lingkup lingkungan fisik maupun kultural. Tertatanya sumber daya sosial akan memberikan ketahanan sosial yang akan semakin meningkatkan kewaspadaan nasional. Kemampuan mengelola sumber daya alam dalam ketahanan sosial masyarakat adalah dengan pemanfaatan dengan menggunakan kearifan lokal.

 

Dalam konsepsi ketahanan nasional hal ini sejalan dengan aspek trigatra. Pemanfaatan kekayaan alam harus menggunakan asas maksimal, lestari, daya saing dan dengan pendekatan sosial budaya. Asas maksimal dalam arti memberi manfaat yang optimal untuk membangun dan menjaga ketimpangan antar daerah yang dalam ketahanan sosial masyarakat disebut dengan kearifan lokal, dalam arti memperhatikan kepentingan daerah.. Asas lestari dalam arti kebijakan pengelolaan dan pesatnya pemakaian sumber kekayaan alam harus memperhatikan kepentingan generasi yang akan datang. Asas berdaya saing dengan maksud agar dapat digunakan sebagai alat untuk memperkecil ketergantungan pada negara besar. Untuk itu, diperlukan IPTEK, kesadaran membangun, pembinaan, dan kebijakan yang rasional. Pemanfaatan kekayaan alam berdasarkan asas maksimal, lesatri, berdaya saing mewajibkan setiap bangsa untuk bertindak sebagai berikut : Menyusun kebijakan dan peraturan tentang pengamanan penggunaan kekayaan alam seefisien mungkin agar memberikan manfaat optimal dan lestari bagi nusa dan bangsa Menyusun pola pengelolaan kekayaan alam dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi Membina kesadaran nasional dalam pemanfaatan kekayaan alam Mengadakan program pembangunan berkelanjutan. Mengadakan pembentukan modal yang memadai. Menciptakan daya beli dan konsumsi yang cukup, baik dalam negeri maupun luar negeri. Pengejawantahan kewajiban-kewajiban tersebut akan meningkatkan kesejahteraan dan keamanan nasional yang berarti juga meningkatkan ketahanan nasional. Kesimpulannya, kearifan lokal yang digali, dipoles, dikemas dan dipelihara dengan baik bisa berfungsi sebagai alternatif pedoman hidup manusia Indonesia dewasa ini dan dapat digunakan untuk menyaring nilai-nilai baru/asing agar tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa dan menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan Sang Khalik, alam sekitar, dan sesamanya (tripita cipta karana). Dan sebagai bangsa yang besar pemilik dan pewaris sah kebudayaan yang adiluhung pula, bercermin pada kaca benggala kearifan para leluhur dapat menolong kita menemukan posisi yang kokoh di arena global ini. Kearifan lokal di dalam mengelola sumber daya alam berarti memperhatikan aspirasi pendududuk setempat sehingga sumber daya alam akan dapat membangun memberikan kontribusi bagi kemajuan pembangunan penduduk setempat. Pembagian yang merata dari sumber daya alam antara pemerintah daerah dan pusat akan menghindarkan perasaan diberlakukan tidak adil, sehingga tidak menumbuhkan rasa curiga, ketidak percayaan penduduk lokal terhadap pemerintah, hilangnya kewaspadaan nasional sehingga ketahanan nasional dapat terbentuk dan dis integrasi bangsa akan dapat dihindarkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar